Rabu Pon, 27 November 2024
Masyarakat Dayak, khususnya suku Dayak Ma'anyan, yang banyak mendiami kawasan di sekitar Sungai Barito dan kapuas yang membentang dari kalimantan Barat, Utara, Timur hingga Tengah merupakan salan satu suku bangsa di tanah air yang menggunakan beras kuning sebagai sarana mistis. Melalui beras kuning ini mereka memanggil arwah leluhur untuk membantu menambah kekuatan orang-orang Ma'anyan yang tengah bertarung untuk mempertahankan diri.
Namun tidak sembarang orang yang bisa menebar beras kuning untuk mendatangkan kekuataan supramistis. Biasanya hal itu dilakukan oleh balian (dukun) atau kepala suku setempat. Sebab di dalam beras kuningn yang sudah diberi doa khusus, bersemayam roh-roh halus seperti roh Putri Selong dan Raja Angkring. Mereka akan turun ke bumi dan membantu anak cucunya yang tengah bertarung untuk mempertahankan diri.
Tidak heran, jika dalam pertarungan yang dilakukan oleh orang-orang dari suku Ma'anyan ini, seringkali terjadi hal-hal yang mistis seperti mandau yang terbang sendiri sehingga lawannya yang tidak menyangka hal itu akan terjadi, langsung tebas dengan leher terkena tebasan mandau. Bukan hanya itu, kekuatan orang-orang Ma'anyan yang sedang bertarung mendadak juga bertambah berlipat-lipat sehingga menimbulkan semangat dan keberanian untuk menghadapi musuh-musuhnya.
Namun dalam perkembangannya, tradisi sebar beras kuning juga digunakan untuk kepentingan politik. Misalnya ketika ratusan warga ka'anyan yang tergabung dalam komando Pertananan Adat Dayak Barito Timur berunjuk rasa di DPRD setempat karena tidak puas dengan keputusan KPU yang tidak mengindahkan syarat minimal perolehan kursi di DPRD bagi calon bupati. Saat mereka dihalau oleh polisi, tetua suku Ma'anyan menabur beras kuning dan tidak lama setelan itu, ratusan polisi yang menghadang aksi unjuk rasa itu mundur.
Demikian juga di waktu lampau saat mereka mendemo DPRD agar melayangkan surat rekomendasi kepada menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi untuk memecat Bupati Barito Timur Ampera A.Y. lvlebas. Ratusan polisi yang menghadang aksi mereka langsung mundur setelah mereka menabur beras kuning. "kami sudah terdesak oleh aparat polisi senlngga terpaksa kami mengeluarkan beras kuning dan kemenyan," kata Theodore Badowo, ketua komando Pertahanan Adat Dayak kalimantan Resor Barito Timur.
Suku Melayu juga menggunakan beras kuning dalam tradisi upacara tepung tawar. Upacara ini biasanya dilakukan untuk menyatakan syukur karena sudah sembuh dari sakit, lulus ujian sek0lan, sebelum dan setelah acara pernikahan, dan terhindar dari bala, misalnya kecelakaan. Selain digunakan untuk sawur saat mengantar jenasan ke kuburan, masyarakat Jawa juga menggunakan beras kuning untuk upacara tedak siti yakni upacara bagi anak yang baru lahir dengan menebar beras kuning yang telan dicampur dengan uang logam untuk diperebutkan.
Upacara tedak siti ini menggambarkan agar sang anak kelak menladi dermawan dalam lingkungannya. Sementara Banjar, kalimantan Selatan menggunakan beras kuning dalam ritual pengobatan "kepidaraan" yaitu kejadian menangis tiada henti yang disebabkan oleh teguran dari arwah atau roh orang yang sudan meninggal dunia karena melewati kuburan, tempat angker atau seusai melayat. Ritual kecil yang dilakukan seorang dukun melalui tumbuhan janar yang diparut dalam piring yang berisi beras hingga berwarna kuning serta sedikit kapur sirih untuk ditorehkan pada bayi atau anak kecil yang kepidaraan tersebut.
Lain lagi dengan suku Sunda, di Jawa Barat yang menggunakan beras kuning dalam bentuk saweran pada acara perkawinan. Tradisi saweran biasanya dilakukan menggunakan recehan dan beras kuning, di mana beras kuning akan ditaburkan ke pengantin, dan recehan tetap di baskom. Sepanjang prosesi, ada yang mendendangkan kidung-kidung Sunda buat sepasang pengantin. Beras kuning menunjukkan rasa manis/gurih yang melambangkan bagaimana kehidupan pengantin akan menjadi kebanggaan atau kesayangan keluarga.
Banyaknya tradisi yang menggunakan sarana beras kuning, menggambarkan betapa beras kuning menernpati posisi khusus dalam tata adat-istiadat di nusantara. konon tradisi tersebut sudah ada sejak zaman Hindu.