Rabu Pon, 27 November 2024
Tanjung Selor adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Tanjung Selor juga merupakan Ibukota Kabupaten Bulungan. Dari kota inilah, Susan, mengalami sebuah peristiwa gaib yang sangat langka. Kejadian ini berkaitan dengan eksistensi Prakang, hantu sejenis Kuntilanak. Istilah Prakang ini terutama dikenal oleh masyarakat daerah pedalaman Kalimantan Timur. Prakang sesungguhnya lebih mirip dengan Kuyang atau Leak di Bali. Konon, makhluk ini sebenarnya jelmaan seorang perempuan yang sedang melakukan ritual cantik dan awet muda, serta agar berlimpah harta. Dia gemar menghisap darah bayi yang baru dilahirkan. Bisa jadi, banyak di antara kita menganggap hal ini hanyalah suatu mitos saja.
Bagaimana mungkin ada ilmu gaib yang bisa bekerja seperti itu? Tetapi walau sudah langka, tentu masih ada orang yang menguasai dan mengamalkan ilmu Prakang ini. Terutama sekali ini mungkin ada di dusun-dusun yang terletak di daerah pedalaman Kalimantan Timur. Cerita mengenai Prakang berawal ketika Susan mengikuti suaminya yang bekerja di perusahaan kayu milik Malaysia yang ada di Kalimantan Timur. Kepada kami, wanita lemah lembut itu mengisahkan pengalaman yang tak mungkin ia lupakan seumur hidupnya ini. Berikut kami sajikan untuk Anda....
Perjalanan di mulai dari Kabupaten Berau, sebuah kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur. Ibu kota kabupaten ini terletak di Tanjung Redeb. Menurut sejarahnya Kabupaten Berau berasal dari Kesultanan Berau yang didirikan sekitar abad ke-14. Menurut sejarah Berau, Raja pertama yang memerintah bemama Baddlit Dipattung dengan gelar Aji Raden Surya Nata Kesuma, dan isterinya bemama Baddit Kurindan dengan gelar Aji Permaisuri. Pusat pemerintahan kerajaan pada awalnya berkedudukan di Sungai Lati, yang sekarang menjadi lokasi pertambangan Batu Bara (PT. Berau Coal). Dari Berau inilah rombongan Susan dan ketiga anaknya, serta beberapa isteri dan anak dari pegawai di perusahaan kayu Malaysia itu, kemudian naik klotok atau kapal kecil menuju Tanjung Selor.
Dari Tanjung Selor mereka semua naik mobil menuju camp perusahaan kayu tempat suaminya bekerja. Ia menempuh perjalanan selama 2 jam dan akhirnya sampai di camp-camp yang jumlahnya sekitar 20 rumah. Sangat melelahkan, tapi Susan merasa senang karena akhimya bisa melepaskan rasa lelah dan penat karena sudah seharian digoncang perahu klotok yang membuatnya mabok laut. Setelah membersihkan diri, Susan dan anak-anak kemudian menuju dapur untuk makan malam. Hidangan ala kadarnya tak membuat mereka lantas kehilangan selera. Malah dalam sekejap makanan yang ada di meja makan telah habis di santap oleh rombongan. Habis makan malam, Susan beserta anak-anaknya langsung menuju kamar untuk beristirahat melepas rasa lelah yang mendera mereka. Sampai sejauh ini tidak terjadi apa-apa. Semua berjalan dengan normal dan wajar.
Ringkas cerita, tidak terasa sudah 2 hari ini Susan dan anak-anaknya tinggal di camp perusahaan ini. Pada malam ke 2 tepatnya pada malam Jum'at, camp tempat Susan tinggal terasa sunyi. Kebanyakan para lelakinya masuk hutan untuk survey kayu atau ada yang loging kayu. Hanya orang kanntor yang masih berada di dalam camp beserta isterinya masing-masing. Malam itu Susan sedang berada di dapur untuk membuatkan susu untuk anaknya. Tiba-tiba Susan dikejutkan oleh suara ribut dari arah camp di sebelahnya. "Tolong ada Prakang!!" teriak seseorang dengan panik. Seperti suara seorang perempuan. Suara teriakan itu terus melengking memecahkan keheningan malam, sampai akhimya menghilang. Susan merasakan bulu kuduknya berdiri meremang. Entah mengapa ia merasakan malam yang terasa sangat mencekam. Di tambah lagi dengan terdengamya suara burung gagak, yang seakan terus trbang mengelilingi camp tempat Susan tinggal. Untunglah suami Susan yang tengah istirahat di kamar medengar suara teriakan itu. Ia pun bergegas keluar rumah dan ingin mengetahui apa yang sebenamya terjadi.
Sampai di tempat kejadian, suami Susan melihat banyak kerumunan orang yang sudah membawa senjata tajam. Ada mandau, clurit dan parang panjang. Kebanyakan dari mereka adalah para pekerja perusahaan, dan sebagian lagi adalah penduduk setempat. Setelah berhasil menyeruak diantara kerumunan orang-orang, suami Susan bertanya kepada anak buahnya yang bemama Tarjo. "Aku tadi mendengar ada suara orang berteriak minta tolong. Memangnya apa yang terjadi?"
"Ada Prakang, Pak. Isterinya Mas Enggar tadi melihat Prakang bersembunyi di bawah kolong rumahnya. Rupanya makhluk itu sedang mengincar Mbak Inah sama bayinya," Tarjo pun menjelaskan.
"Ah, masa sih, emangnya kamu melihat sendiri, Tar?" "Ya, nggak, Pak! Kalau pun aku melihatnya sendiri, wah sudah tentu aku langsung pingsan. Prakang itu makhluk yang sangat mengerikan. Kata orang sih Kuntilanak jadi-jadian. Maksudnya orang yang menganut aliran sesat."
"Terus kenapa kamu ikut, lha wong kamunya juga takut. Atau kamu cuma ikut-ikutan saja soalnya teman-teman pada ikut ngejar Prakang?"
Tario pun nyengir kuda. Setelah semua orang mengejar Prakang yang dilihat oleh Bu Inah, Susan beserta anaknya pun dicekam ketakutan. Apalagi ia mencium bunga melati di tambah aroma busuk mayat. Di dalam kamamya Susan gelisah. Perasaannya tak enak dan buiu kuduknya pun semakin merinding. Susan merasakan ada seseorang yang tak jauh dari dirinya. Susan memutuskan untuk keluar kamamya. Ketika dia tengah berjalan ke arah kamar mandi, Susan terkejut dan mukanya langsung pucat betapa tidak, makhluk yang tengah di kejar suami dan penduduk kini sedang berada tepat di depannya. Kaki Susan pun tidak bisa di gerakan seakan kaki itu ada lem yang menempel erat di lantai kayu.
Tiba-tiba makhluk itu mendekatinya, terus mendekatinya. Susan yang sudah di cekam ketakutan langsung disadarkan oleh suara jeritan tangis anaknya yang mungkin juga merasakan seperti Susan. Tiba-tiba Susan diingatkan oleh pesan ibunya yang mengatakan bahwa makhluk halus paling takut dengan garam yang sudah dibacakan dengan ayat kursyi. Secepat kilat Susan berlari menuju meja yang tidak begitu jauh dari tempatny' a berdiri. Garam sudah dalam genggaman tangan Susan dan dengan penuh ketegangan Susan mmbacakan ayat Kursyi lalu garam itu langsung dilemparkan ke makhluk. Susan pun menarik nafas lega. Alhamdullilah makhluk itu langsung hilang dari hadapannya. Setelah makhluk itu hilang Susan berlari menuju kamamya. Ia khawatir kalau makhluk itu datang lagi dan akan mengganggu anaknya. Dan Susan pun bisa bernafas lega karena apa yang dikhawatirkannya tidak terjadi. Anaknya yang sempat menangis pun akhirnya tertidur dengan pulas. Memang, anak yang masih belum merasakan dosa mengerti akan adanya roh halus yang jahat. Tak terasa, satu bulan berlalu sejak peristiwa menakutkan itu. Peristiwa mengenai Prakang pelan-pelan dapat dilupakan oleh Susan, juga para pekerja maupun penduduk setempat.
Namun tanpa diduga, peristiwa itu kembali muncul lagi di tempat yang sama. Kejadiannya berawal ketika Susan bertemu dengan teman lamanya ketika masih duduk di bangku SMA, yang kebetulan juga suaminya bekerja di perusahaan yang sama. Waktu itu Susan bersama dengan kedua anaknya sedang berada di perkampungan untuk melihat Pasar Minggu yang diadakan setiap hari Minggu. Para pedagangnya berasal dari suku Dayak yang menjual hasil kebunnya. Ketika ingin membeli sayur pakis, Susan dikejutkan oleh seruan yang sedang memanggil namanya. Merasa ada yang sedang memanggil namanya Susan pun menoleh dan betapa terkejutnya Susan ketika mendapati siapa yang sedang berada di belakangnya. Temyata seorang perempuan muda yang sedang hamil tua.
Wanita cantik itu tersenyum sambil menyapa Susan. "Susan, kok bisa sih kamu ada disini. Wah, kebetulan sekali, ya?" sapa perempuan hamil itu.
"Ya, Allah! Ambar apa kabar. Sudah lama ya nggak ketemu. Kamu juga ada disini, ya!" Susan segera menyambut uluran tangan Ambar.
"Aku sudah lama disini, San! Kebetulan suamiku sedang bekerja disini. Lha, kamu ngapain disini apa sama seperti aku?" Ambar bertanya dengan antusias.
"Lha iyalah, Bar! Suamiku bekerja juga bekerja di sini. Yah lumayan sudah 5 tahun. Aduh nggak nyangka banget kita bisa ketemu di sini ya, berapa anakmu Mbar?" tanya Susan juga.
"Sudah mau dua dan sekarang aku sudah hamil yang 8 bulan pengen melahirkan di sini saja. Habis capek ke kota. Kamu sendiri gimana, berapa anakmu?".
"Anakku sudah 3. Semuanya laki-laki.
Susan dan Ambar pun terus bercerita dan waktu pun bergulir dengan cepatnya. Tidak terasa hari sudah menjelang sore. Ambar pun berpamitan karena suaminya sudah menjemputnya. Setelah kepergian Ambar, Susan merenung sendiri. Entah kenapa Susan mengkhawatirkan Ambar. Pada malam hari, ketika Susan sedang duduk di teras rumah, saat itu Susan sedang menatap bintang di langit yang nampak sangat indah. Suara jangkik terdengar dari tepi hutan. Entah kenapa Susan agak gelisah seperti ada yang dirasakannya. Ketika sedang asik menatap bintang, ia melihat cahaya merah menyerupai bola api melesat dengan kecepatan yang tinggi. Cahaya merah itu melesat dan jatuh tepat di kamp tempat Ambar tinggal. Susan pun segera berlari ke dalam rumah untuk membangunkan suaminya.
"Pa, bangun! Ayo bangun! Aku melihat sesuatu yang aneh!" Susan terus mengguncang tubuh suaminya. Suami Susan menggeliatkan tubuhnya dan kedua tangannya mengucek-ngucek kedua matanya lalu menatap Susan dengan heran.
"Ada apa sih, Ma? Ganggu orang lagi tidur saja. Emangnya kamu melihat apa sih, kok seperti orang kebakaran jenggot saja?"
"Aku tadi melihat ada bola api yang melesat ke arah kampnya Ambar. Aku takut ada sesuatu yang sedang terjadi dengan Ambar".
"Ah, masa sih? Ya sudah aku bersama 2 orang anak buahku ke sana. Kamu di rumah hati-hati. Kunci pintu dan jangan di buka kalau tidak aku yang memanggil.
"Setelah mengantar suaminya sampai di depan pintu, hatinya mulai gelisah. Apalagi Susan mendengar suara gagak yang terus mengitari arah rumahnya. Menurut kepercayaan orang kampung setempat, jika ada burung gagak yang terus berada di sekitar rumah berarti ada kejadian aneh yang akan berlangsung. Bulu kuduk Susan makin meremang. Ia mencium aroma yang tidak enak seperti aroma busuk yang bercampur dengan wangi kembang kamboja. Dan benar saja. Ketika Susan membuka jendela, di bawah jendela Susan melihat sosok makhluk yang mengenakan pakaian putih dengan rambut riap-riapan berjuntai ke bawah. Wajah makhluk itu tidak kelihatan, dan sepertinya duduk mengesot. Ketika makhluk itu menengadahkan wajahnya menatap Susan, ia langsung lemas. Betapa mengerikan makhluk itu. Wajahnya pucat dengan mulutnya yang tersenyum amat mengerikan. Dari bibirnya menyembul gigi-gigi tajam. Hiiiy ! Prakang! Ya, penduduk sekitar menyebutnya demikian. Dia selalu datang ketika ada wanita yang melahirkan. Dan makhluk itu entah kenapa sudah dua kali menampakkan kehadirannya di hadapan Susan. Dan anehnya lagi, makhluk itu tidak menyerang Susan. Malahan ketika Susan ingin mengusirnya lewat doa yang akan ia bacakan, si Prakang seperti mengerti apa yang sedang Susan baca. Dia langsung lenyap dari hadapan Susan. Entah kemana makhluk itu pergi!. Susan bukannya senang malah dia khawatir. Seketika itu ia jadi teringat pada Ambar, dan juga suaminya yang tadi pergi. Keesokan harinya, Susan mendapat kabar dari anak buah suaminya bahwa malam tadi ada kejadian yang amat aneh. Ada Prakang yang menampakan diri tapi untung tidak ada korban, soalnya keburu ketahuan oleh penduduk. Prakang itu berada di bawah kolong rumah Maimunah yang sebulan lagi akan melahirkan.
Bulan pun terus bergulir tidak terasa Ambar mau melahirkan. Malam itu Susan berada di rumah Ambar untuk menemani temannya itu. Ketiga anak Susan dijaga oleh suaminya yang kebetulan lagi libur bekerja. Pukul 7 malam Ambar sudah merasakan perutnya mulas. Suami Ambar segera memanggil bidan Puskesmas untuk isterinya melahirkan. Di rumah ada Ambar, Susan dan bu Lili tukang masak atau pembantu yang saat itu tengah mengobrol diruang tamu.
Tiba-tiba aroma mayat menusuk hidung di dalam kamar Ambar. Siapa menduga kalau ternyata Prakang sudah hadapan Ambar. Ambar hanya melotot dan tidak bisa berbuat apa-apa. Ketika makhluk itu mendekatinya dan kedua tangannya menekan perut Ambar, terus menekannya sampai kewanitaan Ambar mengeluarkan darah. Anehnya bayi Ambar pun keluar. Padahal Ambar tidak merasa sedikitpun. Mengerikan sekali! Prakang itu lalu meminum darah bayi Ambar lewat ubun-ubun bayi malang itu, hingga bayi itu mati karena kehabisan darah. Prakang itu pun langsung lenyap meninggalkan Ambar yang sudah tidak sadarkan diri. Begitu Susan dan Bu lili sampai di tempat kejadian, mereka melihat ambar tergolek tidak sadarkan diri dengan perut yang sudah mengempis dan disampingnya tergolek bayi yang naas tadi. Semenjak kejadian itu, ambar jadi kehilangan akal sehatnya. Dia jadi sering menangis histeris.
Sebulan kemudian ambar dan suaminya pindah ke Jakarta. Ambar berobat kepada seorang ustad untuk melakukan ruqiah. Dengan berjalannya waktu, Ambar kini sudah membaik meskipun ia mengaku tetap tidak bisa melupakan kejadian ini seumur hidupnya. Demikian pula halnya dengan Susan, ia mengaku sangat menyesal tidak bisa menjaga Ambar karena bersama Lili keasyikan mengobrol padahal Ambar harus menghadapi Prakang seorang diri. Andai saja waktu itu saya berada di samping Ambar, mungkin kejadian mengenaskan ini tidak akan menimpa Ambar dan bayinya," sesal Susan.