Rabu Pon, 27 November 2024
Man arofa nafsahu faqod arofa robbahu. Siapa yang mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Tuhannya. Jika seseorang telah lupa terhadap dirinya sendiri, maka dia menjadi terpisah dari Tuhannya. Di dalam diri manusia, ada beberapa jiwa yang dapat keluar masuk jasad saat sedang tidur. Bila jiwa ini putus, maka matilah manusia. Selama belum putus, meski nafas sudah berhenti, manusia tetap hidup.
Jiwa jenis ini tidak mengendalikan organ-organ tubuh, tapi berkaitan dengan daya hidup manusia yang disebut premana. Ketika manusia hidup, premana ada. Bila premana sima maka matilah manusia. Antara premana dan nafs atau jiwa-jiwa yang bisa keluar masuk jasad bagaikan arus listrik dan kawatnya. Kawat tidak memiliki setrum bila tidak ada arus yang mengalir. Jiwa bagaikan kawatnya, dan premana bagaikan arusnya. Jiwa dapat diaktifkan untuk memperkuat premana.
Sudah menjadi pemahaman umum bahwa jiwa atau nafs manusia dibungkus dalam 3 macam badan. Jadi, bukan jiwa atau nafs yang terdiri dari 3 komponen. Yang kelihatan oleh mata telanjang ini adalah badan jasmani atau korpus (Latin: corpus, artinya badan). Badan yang kedua lebih halus dan ini pun berlapis-lapis, disebut nafs, jiwa atau sukma (Latin: animus). Ada beberapa pendapat yang mengatakan mind atau pikiran. Badan inilah yang digunakan dalam peristiwa Out of The Body Experience atau meraga sukma atau sukma keluar dari jasad kita. Sebenamya jiwa dan raga ikatannya longgar. Antara badan dan jiwa ada tali pengikat. Selama tali pengikat tidak putus, maka manusia masih hidup. Sedangkan badan yang ketiga, yang paling halus, disebut ruh atau roh.
Dalam Al Qur'an ada 140 kata jiwa atau nafs dan 153 kata anfus (jamak dari nafs). Seringkali kata nafs atau jiwa ini dipertukarkan dengan ruh. Pada umumnya kita berpandangan bahwa nafs atau jiwa dan rah itu sama saja. Seringkali dibariasakan menjadi: jiwa, ruh, atau nyawa. Umumnya kita berpendapat bahwa diri manusia itu terdiri dari jasmani dan rohani, jasad dan ruh atau raga dan nyawa. Pandangan tersebut sebenamya merupakan pengurangan dari ajaran Islam yang ada di dalam Al Qur'an. Sesuatu yang salah tetapi diterima sebagai kelaziman. Sesuatu yang salah, tetapi dipandang benar.
Jika kita membaca keseluruhan ayat-ayat Al Quran akan jelas bedanya antara nafs atau jiwa dan ruh. Ruh tidak pemah diberi atribut menderita, sengsara, mati, dan sifat-sifat negatif lairmya. Jika orang mati pun, yang dikeluarkan dari jasad adalah nafsnya atau jiwanya. Bukan ruhnya. Yang merasakan suka cita adalah nafsnya atau jiwanya, bukan ruhnya. Yang terlena nafsnya atau jiwanya, dan bukan ruhnya.
Nafs atau jiwa merupakan kendaraan atau alat bagi pribadi untuk hidup di Bumi ini. Karena itu nafs atau jiwa manusia hidup di Bumi ini. Dan dengan nafs atau jiwa pula manusia berjalan menuju Tuhannya. Hingga pada akhimya dia menanggalkan segala atribut nafsnya atau jiwanya dan kembali kepada Allah SWT. Bila kita perhatikan dengan seksama, pencabutan nafs atau jiwa dari jasad itu temyata hanya dilakukan pada mereka yang zhalim. Mereka yang zhalim itu tidak mampu mengeluarkan nafsnya atau jiwanya sendiri dari raganya. Tentunya hal ini harus dipaksa, atau ada unsur pemaksaan. Ini yang kita kenal dengan istilah: jiwanya dicabut oleh Malaikat. Hal ini terasa sakit sekali.
Lalu bagaimana dengan mereka yang sanggup mengeluarkan nafsnya atau jiwanya sendiri? Tentu saja tidak akan merasakan kesakitan. Ketika tidur, nafs atau jiwa kita dapat bereaksi. Dan, nafs atau jiwa dapat kembali ke kandangnya atau raganya. Hal ini tidak akan mungkin terjadi salah raga. Seperti apa yang diterangkan dalam firman Allah SWT, "Allah mencabut jiwa setiap orang pada saat kematiannya, dan membungkam jiwa orang yang belum mati pada waktu tidurnya. Lalu ditahan-Nya jiwa orang yang sudah ditetapkan kematiannya, dan dilepaskan-Nya jiwa orang yang tidur pada waktu bangunnya sampai masa ajalnya yang sudah ditentukan. Sesungguhnya pada hal-hal yang demikian terdapat tanda-tanda kebesaran Tuhan bagi orang-orang yang berpikir." (QS. Az Zumar; 39:42). Penutup ayat tersebut di atas mengingatkan bahwa proses keluar masuknya nafs atau jiwa dari dan ke dalam jasad atau raga merupakan ayat bagi mereka yang mampu memberdayakan pikirannya.
Tentu kita pemah mendengar orang yang mampu melakukan meraga sukma (bhs Jawa: ngerogo sukmo),out of the body experience, atau pengalaman keluar dari raga/ tubuh. Hingga kini banyak orang yang dapat mempraktekkannya. Penulis ingin menceritakan sedikit pengalaman bersama seseorang yang dapat melakukan meraga sukma. Ketika itu penulis bersama rekan, H. Teguh Setya Budi, menemani seorang sahabat yang istrinya sedang mengalami kesulitan dalam proses persalinan di sebuah Klinik Bersalin. Saat itu Teguh sedang berbincang-bincang dengan suami pasien di teras Klinik Bersalin, sementara penulis duduk di bangku ruang tunggu dekat mereka.
Ketika itulah penulis melihat ada sesuatu yang keluar dari tubuh Teguh berwujud menyerupai Teguh dan lalu masuk ke dalam ruang persalinan. Tidak lama kemudian terdengarlah suara tangis bayi. Dalam rentang waktu yang cepat itu pula, sosok yang tadi masuk ke dalam ruang persalinan keluar dan masuk kembali ke dalam tubuh Teguh. Prosesnya sangat cepat, bahkan mungkin hanya dalam hitungan detik. Peristiwa ini membawa penulis dalam sebuah diskusi intens seputar meraga sukma dengan beliau, Berikut petikannya.. "Meraga sukma merupakan kemampuan tahap awal untuk mengetahui rahasia kematian. Karena itulah, meraga sukma ini tidak dapat dilakukan secara sembarangan atau gegabah," katanya.
Dalam pandangan Teguh Setya Budi, meraga sukma membutuhkan energi yang banyak. Energi ini bukan berasal dari makanan yang dikonsumsi tubuh, melainkan energi yang dihasilkan rnelalui proses perjalanan spiritual yang panjang. Diantaranya rnelalui laku spiritual tertentu, seperti puasa, dzikir, dan lain-lain. Inilah yang dimaksud dengan premana, yaitu energi yang digunakan untuk mendorong nafs atau jiwa keluar dari jasad (tubuh) kita. "Apakah energi premana untuk mendorong nafs atau jiwa ini dilepaskan dari raga kita dapat dilakukan sesering mungkin?" tanya penulis. "Tentu saja tidak. Energi premana ini harus dihemat. Energi ini hanya dipergunakan pada waktU tertentu saja. Terutama untuk membantu orang yang memerlukan pertolongan. Apalagi jika kita tidak dapat melihat atau bertemu dengan orang tersebut." jawabnya. "Jika kita dapat menghemat energi premana tersebut, maka kemampuan meraga sukma akan meningkat pada tahap berikutnya, yaitu pecah raga," lanjutnya. Dengan kata lain, nafs atau jiwa yang sedang keluar dari tubuh akan terpecah atau memecah menjadi 2, 3 atau 5 sosok yang sama.
Kaum sufi memperkenalkan ilmu yang mereka sebut al hadharat al ilahiyah al khams (5 kehadiran illahi.) untuk menggambarkan hirarki keseluruhan realitas wujud. Kelima hal tersebut adalah :
"Di alam lahut, nafs atau jiwa hidup tanpa raga dan sukma. Raga merupakan kendaraan lahiriah untuk menempuh kesempumaan hidup secara batiniah. Jika raga sebagai setelan jas, maka jiwa mempakan setelan pakaian dalam. Jas dan pakaian dalam tidak diperlukan untuk kembali ke alam Ilahiah. Inilah konsep dasar meraga sukma," katanya. "Semua manusia dapat memelajari ilmu meraga sukma ini. Sebab setiap manusia memiliki nafs atau jiwa. Namun tidak semua orang mampu menjalankan laku spiritualnya," lanjutnya.
Secara singkat Teguh rnengatakan bahwa upaya mempersatukan 4 hal, yaitu menyatukan pikiran, perasaan, perkataan dan perbuatan yang dijelmakan menjadi satu unsur kebenaran yang selalu diimplementasikan dalam kehidupan seharl-hari merupakan langkah awal belajar meraga sukma. "Mulailah dengan waktu yang paling sedikit. Misalkan, satu hari, tiga hari, tujuh hari dan seterusnya. Setelah dapat meiakukan hal tersebut, lalu dilanjutkan dengan berdzikir dan berdoa," kilahnya. Menurutnya, memelajari meraga sukma tidak sulit, bahkan sangat mudah. Tetapi memiliki kemampuan meraga sukma menjadi tidak bernilai apapun jika tidak berujung pada perubahan perilaku keseharian ke arah akhlakul karimah, akhlak yang terpuji. Sebab akhlak terpuji adalah dasar untuk mengenal diri sendiri, yang dengan itu dapat mengenal Tuhannya.
Tubuh manusia yang paling halus merupakan badan spiritual atau ruh. Disebut juga sebagai badan kosmik. Tubuh spiritual merupakan tubuh yang dapat berinteraktif dengan diri Tuhan. Dalam Al Qur'an kata ruh selalu dinyatakan sebagai roh-Nya. Tidak ada satu pun ayat Al Qur'an yang menyatakan bahwa ruh itu diciptakan oleh Tuhan. Dengan roh-Nya, manusia dapat membangkitkan kesadaran dirinya. Dengan ruh, manusia dapat mengekspresikan sifat-sifat illahi dalam dirinya. Ruh dalam diri manusia membuat manusia hidup sempuma sebagai makhluk hidup. Marilah kita perhatikan beberapa ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan roh.
1. Allah SWT berfirman, "Maka apabila Aku telah menyempumakannya, dan telah Aku tiupkan ruh-Ku ke dalam-Nya tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud." (QS. Al-Hijr (15) : 29).
2. Allah SWT berfirman, "Dan mereka bertanya kepada engkau tentang ruh. Katakan: Ruh itu adalah amar Tuhanku, dan kamu tidak diberi ilmu tentang ruh itu kecuali sedikit." (QS. Al-isra (17) : 85)
3: Allah SWT berfirman, "Kernudian Dia meyempurnakannya dan meniupkan ruh-Nya ke dalamnya. Dia Menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan, dan fuad. Tapi, sedikit sekali kamu yang bisa bersyukur." (QS. Al Sajdah (32) : 9 ).
Cukuplah tiga firman Allah SWT dalam Al Qur'an memberikan penjelasan tentang kedudukan ruh ditiupkan oleh Tuhan ke dalam diri. manusia. Tuhan tidak bermulut, maka tiupan ruh dapat dipahami sebagai pancaran ruh. Emanasi Karena manusia menerima pelimpahan ruh Tuhan, maka semuanya diperintah untuk tunduk dan bersujud kepada manusia. Pada ayat berikutnya dinyatakan dengan jelas bahwa ruh itu merupakan amar Tuhan, jadi bukan ciptaan-Nya.
Tuhan merupakan Asy Syajur, maka mensyukuri hamba-hamba-Nya. Dengan ruh itu, dimaksudkan agar manusia dapat bersyukur. Walaupun kenyataannya hanya sedikit manusia yang mampu bersyukur. Rupanya kerangkeng badan jasmani terlalu kuat sehingga diri tidak mampu memberdayakan ruh. Jika daya ruh tidak bekerja, maka manusia justru akan diombang-ambingkan kekuatan fisikalnya.
Jika nafs atau jiwa merupakan subtansi yang menyebabkan makhluk menjadi hidup, dapat menjalani kodratnya, maka ruh merupakan substansi yang mampu mewujudkan iradat manusia. Sehingga manusia tidak seperti makhluk hidup lainnya. Manusia hidup memiliki kodrat dan iradat. Manusia memerankan kodratnya. Manusia tidak hanya hidup berdasarkan jiwanya. Ia hidup di atas bangunan iradatnya juga. Dan Iradat hanya dapat bekerja dengan benar bila dibimbing ruh. Iradat bukan hasil dari luar diri manusia tapi tumbuh dari pribadinya.