Rabu Pon, 27 November 2024


Kisah Nyata Arwah Gentayangan Menuntut Maaf


arwah gentayangan

Kisah ini merupakan kejadian nyata yang dialami oleh Desta Amanda dan kami menuliskan cerita ini untuk anda..... Sejak aku pindah rumah ke kompleks yang lain, yang jaraknya 10 kilometer dari lokasi yang lama, aku tidak bertemu lagi dengan Naimah. Maka ketika bertemu di acara resepsi pernikahan ponakannya, Aris, aku bertemu dan senang sekali jumpa lagi dengannya. "Apa kabar Naimah, kok agak kurusan sekarang? Ke mana aja kamu, koq nggak pernah bertandang ke rumah saya seperti mantan tetangga yang lain?" tanyaku padanya. "Ada kok, tapi aku sakit, jarang keluar rumah!" jawab Naimah, dingin. Memang Naimah hilang keceriaannya. Kalau dulu sangat hangat dan sering tertawa renyah, kali ini dia agak pendiam dan beberapa saat pamit pulang duluan meninggalkan aku. 

Aku pun pergi ke meja yang lain dan mengajak teman tetangga lama lain untuk mengobrol. Pada Suharti, juga teman baik Naimah dulu, aku bertanya tentang Naimah barusan, kenapa dia agak pendiam dan menderita apa dia? Suharti terperanjat mendengar omonganku, lalu dia mencubit tanganku. "Kamu sehat enggak sih, tidak sedang sakit kan?" katanya, setengah bercanda, lalu melanjutkan. "Iya, kamu sehat, kamu tidak lagi demam, tapi kamu sedang mengigau!" pancing Suharti. "Mengigau bagaimana maksudmu?" desakku. "Kamu apa tidak tahu kalau Naimah itu sudah tiga bulan lalu meninggal?" celetuknya. "Ah kamu bercanda Har, baru saja aku jumpa dia di situ dan kami ngobrol, walau hanya sebentar!" katanya. "Karena penyakit kanker otak yang parah, maka Naimah meninggal dan sudah dimakamkan di pemakaman jeruk purut!" ungkap Suharti. "Bila kamu baru saja bertemu dengan dia, itu berarti arwahnya. Arwahnya kata teman-teman memang sering gentayangan dan banyak orang yang melihat dia sering pulang ke rumahnya di jalan Batuakik, terang Suharti. Karena rnerasa Suharti bercanda, aku bertanya pada teman-teman yang lain. 


Baca juga :

Kujumpai Ari, Tina dan Nuniek. Ketiga orang itu meyakinkanku bahwa Naimah memang sudah meninggal kurang lebih tiga bulan lalu."Oh Tuhan!" batinku. Ternyata beberapa saat yang lalu aku bertemu dan berbicara dengan orang yang sudah mati. Naimah, mantan tetangga sebelah rumahku, yang dulu ceria, suka bercanda dan periang,kini kurus dengan wajah yang pucat. Berbeda jauh saat aku masih menjadi tetangganya, di mana dia sangat gemuk, segar dan nampak sehat. Yang paling membuat batinku ngitu, adalah kini dia sudah mati dan arwahnya gentayangan. Yang mengerikan lagi, justru aku bertemu langsung dengan arwahnya dan berdialog walau hanya sesaat. 

Sejak bertemu arwah Naimah, mataku sulit dipejamkan dan jantungku selalu berdegup tiba- tiba. Tiga hari kemudian, saat aku pergi ke pasar tradisional untuk belanja sayur. aku melihat sosok Naimah. Dia memakal daster batik warna coklat dan menenteng keranjang belanjaan warna biru. Isi keranjang itu ketimun, kubis, kangkung dan beberapa bungkusan kertas Koran. "Naimah, arwahnyakah itu?" bisikku. Karena siang hari dan banyak orang, hari itu aku tidak begitu takut pada arwah Naimah. Maka itu pelan pelan aku mengintip dan membuntutinya dari belakang. Kebetulan, Naimah tidak melihat ke arahku, maka itu aku lebih behas untuk menguntitnya. "Ke mana arahnya pergi?" tanyaku, penasaran. Naimah ternyata menuju lorong sepi di helakang pasar. Lorong itu menuju sebuah hutan dimana heherapa meter dari sana adalah lokasi kuburan Jeruk purut. Saat aku membuntutinya menuju ujung lorong, kaki tersandung batu kecil dan aku nyaris jatuh. Untung aku bisa mengendalikan dan berjalan normal, namun dalam hitungan detik, Naimah sudah menghilang di ujung lorong. 

Aku terus membuntutinya ke arahnya pergi, tapi hingga sekarang ini, aku tak dapat lagi bertemu dengannya hingga saat ini. Hingga saat ini aku tak menjumpainnya lagi entah sampai kapan. Karena kebetulan tetangga barunya ada "orang pintar" yang mampu berbicara dengan arwah, maka secara iseng aku menceritakan pengalamanku padanya apa yang kujumpai dan apa vang kulihat atas teman yang sudah meninggal itu. Dengan cara khasnya Pak Salim, 50 tahun, paranormal itu memanggil arwah Naimah. Dia hanya minta nama dan binti siapa. Karena aku banyak kenal keluarganya maka kudapatkan nama ibu Naimah serta tanggal lahirnya. Pak Salim pun memanggil Naimah dan Naimah datang ke ruang praktek Pak walau aku tak dapat melihatnya. Pak Salim berbicara dengan Naimah dan aku mendengarkan suara Pak Salim dengan jelas, tapi mendengar suara Naimah hanya lamat-lamat. 

Ternyata, semasa hidupnya, Naimah mengaku bahwa dia durhaka kepada ibunya, Hajjah Nurma Sukiyah. Dia menelantarkan ibunya pada saat Naimah kaya raya dan sukses sebagai pegawai bank. Ibunya kala itu dibiarkan menderita sakit vertigo parah. Jangankan mendapatkan bantuan uang dari si anak, meminjam uang pun tak diberi oleh Naimah. Bahkan beberapa kali Naimah mengeluarkan kata-kata kotor berupa makian yang tak pantas kepada ibunya. Bahkan, pernah menyebut nama hewan jorok kepada ibunya itu. Ibunya pun lalu sakit hati sekali pada Naimah dan melepaskannya sebagai anak.

Maka ketika Naimah mati, Sang Ibu tidak mengeluarkan setetespun airmata, bahkan batinnya senang melihat anaknya yang durhaka itu pergi mendahuluinya. Kini Si Ibu pulang kampung di Sumatera dan terus bergelut dengan penyakit vertigonya di kaki Gunung Singgalang. Arwah Naimah terus mencari ibunya untuk minta maaf, tapi ibunya sudah berada di seberang lautan, di kampung yang jauh di sana dan Naimah tak dapat bertemu ibunya lagi karena arwahnya tak dapat menyeberang samudra. Arwah Naimah tak dapat frekuensi ibunya yang jauh dari lokasi gentayangannya saat ini, terang Pak Salim. 

Pak Salim menyebut bahwa satu-satunya cara yang dapat menyelamatkan arwah Naimah agar tidak gentayangan, adalah kata maaf dari ibu kandungnya yang telah mengutuknya itu. Bila ibunya memaafkan, maka sifat durhaka yang dialami Naimah selama ini akan gugur. Karena didesak ingin dapat menolong arwah Naimah agar kembali ke alam barzah yang layak di sini Allah dan tidak gentayangan, aku dan teman-teman patungan uang sebagai ongkos membawa ibunya ke makam Naimah di Jakarta. Dengan berhati-hati Pak Salim dan kami semua, membujuk Si Ibu agar memaatkan Si Anak karena jelek baiknya Naimah adalah anak dan dia membutuhkan hidup tenang di alam kubur. 

Setelah solat tahajud dan dapat petunjuk, Si Ibu pun dengan sukarela dan ikhlas memaafkan Naimah. Prosesi ritual pun ditangani Pak Salim dan Naimah pun terdengar menangis haru lalu memeluk ibunya. Ibu yang sudah renta itu pun menangis dan membelai-belaikan tangannya, walau tangannya itu kami lihat seperti membelai angin. Sejak dimaafkan oleh Sang Ibu, kini arwah Naimah tidak pernah lagi terlihat. Kami semua, wanita tetangganya dulu, mendoakan agar dia diterima layak di sisi Allah dan dia berbahagia di alam barzah. Anehnya, foto KTP Naimah yang tadinya terlihat merengut, sejak dimaafkan ibunya, foto KTP itu jadi tersenyum manis. Manis sekali, sebagaimana saat pertama kali aku berkenalan dan melihat senyuman Naimah yang renyah.





DEBUS

Bermakna besi runcing untuk melukai diri. Dalam debus, ada dua alat pokok yaitu besi runcing dan gada (pemukul). Jenis atraksi debus yang asli disebut almadat, yaitu menancapkan besi runcing pada perut dan seseorang memukul besi itu dengan gada. Debus merupakan ajaran tarekat Rifaiyah yang menguji kefanaan murid saat berzikir, digunakan cara-cara "menyakiti" diri. Pemusatan pikirian menuju Tuhan yang optimal, menyebabkan aktifitas penyiksaan itu tidak menimbulkan luka dan rasa sakit. Debus banyak berkembang di Aceh dan Banten.

NGALONG

Tehnik bertapa yang dilakukan dengan posisi tubuh kepala dibawah dan kaki diatas (sungsang). Pada tahap tertentu tapa ini dilakukan dengan kaki yang menggantung di dahan pohon dan posisi kepala di bawah (seperti kalong/kelelawar). Pada saat menggantung dilarang banyak bergerak. Secara fisik bagi yang melakoni tapa ini melatih keteraturan nafas. Biasanya puasa ini dibarengi dengan puasa Ngrowot.




RAMALAN


Grup Telegram Dunia Gaib

belajar metafisika